Jumat, 16 Februari 2018

Why so serious?

Seorang security mondar mandir di depan pintu utama stasiun. Aku duduk di kursi tunggu di sebelah kanan pintu utama stasiun. Sendirian. Menikmati jajanan pentol yang tadi ku beli sebelum masuk stasiun. Menunggu memang sesuatu yang membosankan. Bayangkan saja, aku tiba di stasiun 3 jam sebelum kereta yang akan aku tumpangi berangkat. Apa saja yang akan aku lakukan selama 3 jam di stasiun? Belum lagi hari ini kegiatan sangat padat sehingga tidak ada waktu istirahat sebelum perjalanan ini. Tapi bagaimanapun itu, perjalanan ke Surabaya selalu menyenangkan bagiku.
"Memangnya kalau jadi security itu gak boleh duduk ya pak?" tanyaku pada security yang dari tadi mondar mandir di depan pintu utama. Orangnya menoleh, "duduk sini pak". Aku menawarinya duduk karena kursi tunggu ini memang benar2 gak ada orang lain selain aku. Security tersebut tersenyum. "Boleh duduk, tapi tidak disini." jawabnya ramah. "Owwh" jawabku sambil menganggukkan kepala lalu tersenyum. "Adik mau kemana?" tanyanya. Aku tersenyum, "Apakah saya terlihat seperti anak yang masih berusia belasan tahun, pak?" aku malah balik menanyainya. "memang umurnya berapa?" "Kira-kira berapa?" tidak menjawab, aku malah bertanya lagi. Lalu security tersebut menebak "Mmmm 20 tahun?" "Hahaha plus 5 tahun" akhirnya aku menjawab. Lalu percakapan kami berlanjut tentang hal-hal yang tidak terlalu penting, seperti mau kemana, dari mana, atau sekedar tentang jurusan kereta api. Tak berlangsung lama juga, hanya kira-kira 5 menit, dengan posisi security tersebut tetap berdiri dan aku masih duduk di tempatku. Setelah itu beliau meninggalkanku, kembali ke tempat kerjanya di depan gerbang masuk jalur kereta api, mengecek tiket orang yang akan masuk stasiun.
Baru berkurang beberapa menit, masih lama. Dan aku masih di tempat yang sama.

Kira-kira 1 jam kemudian aku masuk di ruang tunggu yang dalam, dan ku lihat security tadi yang tanpa sengaja ternyata juga melihatku. Aku melemparkan senyum tanda hormat, dan beliaupun membalas tersenyum juga. Aku duduk di kursi tunggu paling depan, itu artinya tidak ada yang halangan ketika aku ingin melihat security tersebut. (Apa hubungannya?)
Sebenarnya bukan itu alasannya, jadi dari beberapa baris kursi tunggu di dalam, hanya yang bagian depan yang masih kosong. Security tersebut ngobrol dengan temannya sesama security, cowok. Tak lama kemudian pegawai stasiun juga, seorang cewek cantik menghampiri tempat security, bukan mengobrol dengan security yang tadi ku ajak ngobrol (namanya Hanif, aku tau dari tempelan nama di baju dinasnya), tapi dengan temannya, hanya sesekali saja ngobrol dengan Hanif. Apakah aku memperhatikan sampai sedetil itu? Sebenarnya tidak. Aku masih asik dengan ponselku, sesekali saja aku melihatnya. Hingga beberapa menit kemudian, si cewek mendekati Hanif, waktu itu aku membatin, "itu hal yang kurang sopan ketika cewek tersebut ngomong dengan lawan jenisnya, sedangkan saat itu di ruang yang sama banyak sekali orang yang mengisi kursi tunggu". Kau tau apa yang terjadi? Ketika cewek tersebut berada di dekatnya Hanif, si Hanif malah sibuk dengan walky talky-nya sehingga mengacuhkan cewek tadi. Merasa di acuhkan, akhirnya si cewek tersebut pergi entah kemana, mungkin kembali ke tempat kerjanya. Lalu aku membatin lagi, "Mungkin mbaknya malu". Harusnya dia sadar sejak awal agar perilakunya tidak menimbulkan kemaluan untuk dirinya sendiri. Yang di lakukan Hanif sebagai security aku rasa cukup baik dan bijak, dia bisa profesional apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan ketika sedang bertugas, apalagi ada banyak orang disana.  (Ini apa sih kok malah mengomentari orang? Hahaha)

Hampir 1 jam duduk di ruang tunggu dalam, akhirnya waktunya check in, dan Hanif juga lah yang memeriksa tiketku. Aku segera masuk, aku harus ke kamar mandi lalu sholat sebelum kereta berangkat. Setelah check in rasanya waktu tidak terasa terlalu lama, aku antri di kamar mandi, sholat, sholatnya pun jamak dengan ashar, lalu menunggu dan waktu tinggal 20 menit, itu sudah tidak lama menurutku. Ketika aku keluar dari mushola, lagi-lagi pandanganku bertatap dengan Hanif. Duh dia lagi dia lagi, lagi lagi dia. Akupun sedikit canggung untuk tersenyum padanya. Oke, aku tidak akan baper karena ini cuma kebetulan saja. Ketika penumpang sudah di persilahkan untuk naik kereta api, lagi lagi, aku melihatnya dan dia juga melihatku pada waktu yang bersamaan lagi, dan kali ini aku benar-benar canggung, aku tak lagi tersenyum padanya. Kenapa aku tiba-tiba jadi baper gini sih? Aku membatin. Ah sudahlah, ini cuma kebetulan, dan cuma terjadi hari ini, jadi kenapa aku harus mikirin ini? Why so serious?

Sabtu, 27 Januari 2018

Siapa yang salah???

Dari sudut pandang: Alin

Kenapa sih aku selalu berada di situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan? Aku dekat dengan ini ada yang marah, aku dekat dengan itu ada yang cemburu. Aku ini harus bagaimana? Salahku dimana?
Ini masalahnya sama saudara sepupu, aku dekat dengan temannya sebagai adik kakak ketemu gede, dia kira aku pacaran, aku juga tau kali kalo dia naksir sama kakakku itu, mana tega aku nikung dia. Aku kan deket sama temannya itu sebenarnya juga bermaksud supaya dia bisa dapat perhatian lebih dari kakakku, tapi dia malah salah paham, dan kak Arul juga gak suka sama dia. Aku harus berusaha gimana lagi? Sedangkan rasa suka gak bisa di paksa.
Aku ini cuma gadis yang senang berteman dengan banyak orang, dan tidak masalah teman itu bukan dari teman sekelas atau seangkatan, kakak angkatan oke, adik angkatan juga oke. Aku suka berteman dengan banyak orang karena aku bisa dapat banyak pelajaran dan pengalaman dari mereka.
Di sosial media pun aku suka bertemu dengan orang-orang baru. Tau tempat-tempat baru dan dapat banyak informasi. Bisa kenal orang jauh, juga bisa kenal tetangga yang lama tidak bertemu karena terlalu lama merantau. Farhan namanya, tetangga, pas sekolah satu angkatan diatasku. Kuliah di Jogja. Enak diajak sharing dan diskusi. Lama-lama aku tertarik padanya. Aku tidak tau dia juga tertarik balik padaku atau tidak, tapi tak jarang dia menggodaku dengan kata-kata yang seakan menunjukkan bahwa dia tertarik balik denganku. Entah itu serius atau sekedar gombalan. Tapi aku tidak masalah dengan itu. Yang terpenting ku jalani dulu kedekatan kita, karena aku sangat menikmatinya.
Hidupku berjalan tenang sebelum akhirnya aku tau kalo sepupuku juga menyukai Farhan. Langsung aku salahkan Farhan seketika, kenapa dia bisa memberikan harapan palsu kepada banyak cewek? Lagian dia kan pasti juga tau kalo Aira itu sepupuku? Sumpah yaa, aku langsung illfeel sama yang namanya cowok sejak saat itu.
Ini bukan hanya tentang aku marah sama Farhan, tapi juga aku mikir aku bermasalah lagi dengan sepupuku. Apa aku harus melepaskan Farhan demi kebaikan hubunganku dengan sepupuku? Padahal aku sebenarnya juga suka sama Farhan?
Duh kan jadi bingung.

##
Dari sudut pandang: Aira

Aku tidak tau kenapa setiap yang dekat denganku selalu direbut oleh sepupuku. Dulu, waktu masih sekolah menengah keatas dia dekat dengan Arul, teman sekelasku yang kebetulan saat itu aku sukai, tapi aku tidak pernah bilang kepadanya. Katanya, Alin dan Arul waktu itu cuma adik kakak, ya, sepupuku itu memang berada satu tingkat dibawahku, dia lebih muda 1 tahun dari aku dan Arul lebih tua satu tahun dariku. Tapi, jaman seperti ini, siapa yang masih percaya dengan status adik/kakak ketemu gede? Pasti ada hubungan lebih dari sekedar adik dan kakak. Apa itu cuma untuk menutupi agar tidak terlalu ketahuan kalo mereka sedang.... Pacaran? Alin Alin...suka banget sih ngerusak kebahagiaan orang lain, termasuk kebahagiaan saudara kamu sendiri.
Entah berapa lama hubungan mereka dulu, tapi aku mengetahuinya ketika Salma, teman dekatku bilang bahwa Arul telah memberikan bubur dan apel merah ketika Alin sakit, manja banget kan dia! Pasti itu Alin yang minta! Tapi sekitar satu bulan setelah itu entah mereka sudah putus atau belum, sepertinya hubungan mereka telah menjadi renggang. Itu bisa kubuktikan ketika Arul mulai pdkt dengan mantan pacarnya yang juga seangkatan denganku tapi beda kelas. Syukurlah. Setidaknya aku tidak bermusuhan dengan sepupuku sendiri.
Setelah saat itu hibunganku dengan Alin mulai membaik dan semakin membaik ketika kita betambah dewasa dan menempuh kuliah. Kita kuliah di kota yang berbeda. Hingga suatu saat ketika libur kuliah Alin bertanya, “kalau menurut kamu, apa maksud dari kata “kamu itu asik yaa? Sesekali dinner bareng yuk?” Ya, aku memang juga bersalah karena tidak bertanya dulu siapa orangnya yang bilang begitu, langsung aku jawab “itu artinya dia tertarik sama kamu”. Hingga akhirnya aku tau yang bilang seperti itu adalah Farhan, tetangga kita tapi agak jauh, yang selama aku kuliah ini aku juga menaruh hati padanya. Kenapa selalu kamu lin yang merusak kebahagiaanku? Bahkan dengan PDnya kamu cerita tentang Farhan dan chat romantismu dengannya didepanku. Ingin rasanya ku tampar kamu saat kamu tertawa ketika menceritakannya.
Dan akhirnya, kamu tidak bodoh2 amat, kamu mulai curiga dengan raut mukaku ketika kamu menceritakan tentang Farhan, sampai kamu tau dan kamu sok kelihatan bingung harus bagaimana. Apa kamu merasa bersalah lin? Sekeras apapun kamu berusaha untuk memperbaiki hubungan kita saat ini, kamu gak akan bisa lin. Aku belum bisa memaafkanmu.

##
Dari sudut pandang: Arul

Memang jamannya kalau lagi di pondok, bagi seorang laki laki, akrab dengan lawan jenis merupakan tambahan semangat tersendiri. Untung saja pondok ini berisi putra dan putri. Aku tidak bisa membayangkan jika pondok ini hanya berisi cowok saja. Pasti membosankan.
Alin namanya, adik kelas, lucu, lugu, imut dan lumayan pintar di kelasnya. Sering ketemu dia ketika dia piket kelas, aku melihatnya dari kelasku yang berada di depan kelasnya, tapi terpisahkan oleh taman kecil sekolah. Dia anaknya asik sekalo diajak ngobrol. Semakin dekat dengan dia, dan teman temanku menyebut kami sebagai adik kakak. Ya, wajarlah, dia manggil aku kakak karena aku kakak kelasnya dan aku memanggilnya adik karena dia adik kelasku. Apa ada yang salah?  Meskipun dekat dengan Alin, saat itu gak ada perasaan lebih selain dia adik kelas terakrabku. Aku sering bercerita tentang cewek yang aku sukai ke dia. Dan menariknya, dia juga bisa memberi saran-saran yang begitu bermanfaat bagiku. Bisa aku bilang dia bisa juga menjadi dewasa. Aku juga cerita kepadanya bagaimana saudara sepupunya caper sekali denganku. Dia menyuruhku untuk membalas perhatian sepupunya, tapi bagaimana mungkin bisa? Aku tidak suka dengan sepupunya itu. Pertanyaan mematikannya, “jangan bilang kalo kakak deket denganku biar sepupuku cemburu?” dan aku bingung menjawab gimana.
Lama-lama dia ngerasa gak enakan dengan hubungan ini. Aku ingat sekali apa yang dia bilang, “aku takut kedekatan kita ini malah akan membahayakan aku sendiri, juga diri kakak. Aku dengan sepupuku, dan kakak dengan doi kakak. Setelah ini kita jangan dekat dekat lagi yaa. Kakak juga harus berani setelah ini, kalau suka dekati, lalu tembak, jangan diam saja. Cowok gentle gak seperti itu.
Dan benar saja, setelah itu kita mulai merenggangkan hubungan kita, dan aku berani mendekati doi. Alin benar. Apapun resikonya, jika kita suka seseorang, kita harus berani mengungkapkannya, siapa tau seseorang yang kita sukai juga menyimpan perasaan yang sama. Seperti doi ku. Ternyata diam diam dia juga menyukaiku.

##
Dari sudut pandang: Farhan

Sebuah gebrakan baru dari sosial media yang lebih mudah digunakan dan mulai menggeser keberadaan email, mig33 dan friendster. Facebook namanya, sebuah sosial media yang bisa menghubungkan orang di seluruh dunia dengan lebih mudah. FB, begitu facebook sering disingkat, mulai sering digunakan ketika smartphone semakin marak dan mulai dimiliki banyak orang. Aku pun bersyukur, karena dengan adanya FB ini, aku bisa mempraktekkan bahasa asing yang pernah ku pelajari di bangku sekolah dan kuliah. Caranya? Ya dengan mencari teman FB dari negara lain.
Di sisi lain, karena FB juga, aku jadi kebal dengan orang-orang di kampung halamanku, setelah umurku belasan tahun sampai saat ini aku selalu menjadi anak rantau. Rasanya ada kebahagiaan tersendiri ketika kenal dengan orang-orang di kampung halaman lewat sosial media, lebih-lebih anak-anak mudanya. Aku jadi tau informasi tentang keadaan di kampungku lewat update-an mereka.
Alin namanya, gadis remaja, ceria dan peduli. Sepertinua dulu aku tidak pernah tau anak ini sebagai tetanggaku. Umurnya kira-kira 1 atau 2 tahun dibawahku. Anaknya asik sekali, tawanya renyah. Aku suka ngobrol dengan dia, lebih-lebih setelah tai ternyata kita adalah tetangga. Kadang-kadang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, dia care seperti itu hanya kepadaku, atau kepada semua orang?
Sering juga aku menggodanya, dan dia menanggapinya, tapi sikapnya yang peduli itu membuatku bingung, apakah yang di lontarkannya itu serius atau hanya guyonan biasa. Sebenarnya, dibalik godaanku, aku juga ingin tau, dia sudah punya pacar atau belum. Kenapa cewek seperti itu sulit di tebak? Aku kan jadi maju mundur kalau ingin mendekati dia.
Akhir-akhir ini, dia seperti menjauhiku, aku tidak tau, apa aku punya salah sama dia? Apa ada kata-kataku yang pernah melukai perasaan dia? Dia masih menjawab ketika ku chat, tapi nadanya sudah tidak seceria sebelum-sebelumnya dan jawabannya lebih singkat daripada biasanya. Pernah ku tanya kenapa dia berubah, dan akupun sekalian minta maaf kalau misalnya ada salah, tapi dia menjawab "tidak ada apa-apa". Tidak ada apa-apa nya cewek itu kan yang bikin cowok merasa bersalahnya berkali-kali lipat. Cewek memang susah di mengerti.

##

Poin yang dapat diambil dari ke empat cerita pendek diatas adalah, ketika suatu hal atau masalah hanya dilihat dari satu sudut pandang saja, dalam cerita diatas ketika suatu masalah hanya dilihat dari sudut pandang aku, maka tidak akan ditemukan kebenarannya selain membenarkan diri sendiri. Tapi ketika dilihat dari semua sudut pandang, kita bisa melihat bahwa semua terjadi tanpa kesengajaan dan tanpa maksud menyakiti siapapun.
Yuk, mulai belajar untuk memandang hal apapun dari berbagai sudut pandang.

*Not a true story

Selasa, 26 Desember 2017

Dear Diary...

Dear diary,
Akhirnya setelah hampir 2 tahun putus dan tidak bertemu dengannya, kini kita dipertemukan kembali dalam sebuah acara tak terduga.
Aku mengikuti pelatihan EO di Trawas, Mojokerto. Dan disanalah aku bertemu dengan dia. Dia disini bukan sebagai peserta sepertiku, tapi sebagai panitia pelaksana. Kau tau apa yang aku rasakan ketika dia berdiri di depan dan memberi materi pelatihan kepada para peserta? Deg. Dan tiba-tiba saat itu semua kenangan kita dahulu hadir kembali, semuanya berputar-putar di kepalaku.
Aku tidak yakin dia tau kalau aku ada dalam pelatihan itu, mungkin jikalau dia melihat daftar nama peserta yang jumlahnya sekitar 120 orang, dia tidak akan menyangka bahwa nama ALANA ALTHAFUNISA adalah aku. Mungkin dia akan mengira itu adalah nama orang lain yang kebetulan mirip dengan namaku.
Dear diary,
Sejak hari aku melihatnya sebagai pemateri waktu itu, jujur aku sering memikirkannya. Entah aku ingin 1 bulan disini berjalan dengan cepat atau malah sebaliknya. Feelingku masih mengatakan bahwa dia belum tau kalau aku ada disini, atau dia tau tapi cuek saja denganku? Ah, sepertinya yang pertama.
Satu hal yang aku suka dari dia sejak dulu, dan aku menikmatinya lagi hari-hari ini, aku suka mendengar dia terbahak. Entah kenapa aku selalu ikut tersenyum dan ikut bahagia setiap mendengar dia terbahak. Meskipun aku tidak tau bagaimana keadaannya paska kita putus, tapi setidaknya ketika mendengar dia terbahak aku yakin dia sedang bahagia.
Dear diary,
Hari ini minggu kedua aku mengikuti pelatihan ini. Tapi belum ada yang berubah. Sepertinya dia benar-benar tidak tau kalau aku ada disini. Mungkin itu lebih baik. Daripada kalau dia melihatku, move on yang sudah dia jalani akan kembali terguncang. Biarlah, biar aku saja yang hatinya berantakan setelah mengetahui dia ada disini. Karena, aku lebih pandai berpura-pura dan menutupi perasaan ini, kan?
Sebenarnya, jika dia mengenaliku, jika dia menyapaku, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin ku ajukan padanya—jika aku berani. Bagaimana kabarnya? Bagaimana kabar orang tuanya? Apakah dia sudah punya pengganti diriku? Apakah dia bahagia? Apa saja kesibukannya? Dimana dan dengan siapa dia sering menghabiskan waktu? Aku ingin tau semuanya.
Dear diary,
Kau tau? Dia kekasih terbaik yang pernah ku miliki. Dia lelaki yang tidak banyak omong, tapi justru itu yang membuat lelaki terlihat cool di mata cewek kan?. Aku suka dengan isi kepalanya, dengan sudut pandangnya yang berbeda dengan kebanyakan orang. Dia tidak (terlalu) suka menonton sepak bola. Dulu, pernah ku tanya alasannya kenapa dia tidak suka menonton sepak bola, karena kebanyakan lelaki suka dengan olahraga yang satu itu. Aku saja yang perempuan suka menonton sepak bola. Ternyata, dia melihat sepak bola dari sudut pandang lain. Jawabannya waktu itu, "sepak bola sudah di jadikan bisnis oleh orang-orang yang ada di lingkarannya, oleh sponsor-sponsor, sepak bola sudah tidak murni permainan lagi". Klasik! :)
Dia tau aku suka senja, ketika kita keluar dia juga sering menanyaiku ingin melihat matahari terbenam atau tidak, lalu kita akan mencari tempat yang bisa melihat matahari terbenam, tidak mewah, kadang di lantai atas gedung di kampusnya, kadang di pematang sawah, kadang di pinggir jalan raya, kadang di pantai. Dimana saja yang penting bisa melihat matahari tenggelam, itu sudah cukup membuatku bahagia. Meskipun ketika menikmati matahari tenggelam, dia cuma diam saja. Aku tidak tau, diamnya itu juga menikmati, atau membiarkan aku menikmati dan dia tidak ingin mengganggu. Karena setauku, dia tidak begitu mengagumi sunset seperti aku, tapi selalu menemaniku. :)
Dear diary,
Setelah begitu banyak cerita dan waktu aku habiskan dengannya, setelah kita saling mengenal dan memahami satu sama lain, hanya dengan sebuah alasan rumahku terlalu jauh dari rumahnya, entah kenapa orang tua kita tidak menyetujui hubungan ini. Tidak perlu ku jelaskan bagaimana perasaanku dan perasaannya waktu itu. Kita sama-sama terluka, sama-sama hancur. Sampai akhirnya kita putus baik-baik, menuruti apa mau orang tua kita. Dan akhirnya waktu lah yang membantu memperbaiki segalanya. Dan waktu pula yang mengingatkan lagi semuanya di acara pelatihan ini.
Dear diary,
Sudah hari ke 17. Ingin rasanya aku menyapanya terlebih dahulu, tapi aku tak sanggup. Benarkah dia tidak tau aku ada disini? Benarkah dia tidak pernah sedikitpun melihat wajahku diantara para peserta pelatihan ini? Aku mulai galau.
Dear diary,
Ini hari ke 21. Aku harus bagaimana?

Minggu, 24 September 2017

Jika Istrimu Adalah Seorang Pecinta Sepak Bola

Postingan ini terinspirasi setelah membaca project #CeritaJika milik Kurniawan Gunadi.
Menonton sepak bola adalah hobi mayoritas kaum adam. Menonton sepak bola itu identik dengan bangun tengah malam, lupa daratan ketika sudah melihat seniman lapangan hijau kesayangannya beraksi, dan taruhan.
Lalu, bagaimana jika istrimu adalah seorang pecinta sepak bola?
Sayang, kau tak perlu khawatir aku tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumah dan tugasku sebagai seorang istri karena keasyikan menonton club favoritku bertanding. Meskipun aku menyita waktu tidurku untuk menonton sepak bola, keesokan harinya aku akan tetap menyiapkan sarapan untukmu, menyiapkan baju kerjamu dan mengurus rumah seperti biasanya. Karena menonton sepak bola hanya hobiku, dan itu tidak akan membuatku lupa akan kodratku sebagai seorang wanita dan istri.
Jika kau menawariku untuk jalan-jalan, jangan marah kalau aku akan memintamu mengajakku pergi ke stadion untuk menonton pertandingan live, menikmati euforia stadion di tengah gemuruh para supporter, daripada duduk manis dan tenang menonton film di bioskop. Meskipun aku tau sayang, niatmu adalah memanjakanku seperti perempuan-perempuan lainnya, tapi aku suka itu. Kau tidak keberatan kan, sayang?
Sayang, kau mungkin merasa jika seorang perempuan suka menonton sepak bola adalah karena dia mengidolakan salah satu pemainnya. Kau juga tidak perlu cemburu jika aku begitu mengidolakan kiper Chelsea, meskipun ganteng, kau tetap menjadi idola pertamaku.
Sayang, jika kau juga pecinta sepak bola sepertiku, kau tak perlu mengorbankan malam minggumu untuk mengajakku ke taman atau menikmati kopi di kafe, sedangkan tim favoritmu sedang bertanding. Karena dengan senang hati akan ku temani kau menonton tim favoritmu itu, dan ku buatkan kopi beserta camilan untuk menemani kita menonton tv. Aku tidak akan marah ketika kau lebih fokus ke tv daripada mendengarkan ocehanku. 
Sayang, jika ternyata kita punya tim favorit yang berbeda atau tim kita adalah rival. Aku tidak akan memaksamu untuk pindah menyukai tim favoritku. Aku juga tidak akan berdebat kusir denganmu tentang tim siapa yang lebih unggul, tapi kita akan saling mendukung dan kita akan menjadi contoh kerukunan antar fans sepak bola.
:))

Senin, 21 Agustus 2017

An Impressive Two And A Half hours In The Train

Aku mengambil tempat duduk di dekat jendela, untung dapat nomer tempat duduk yang menghadap ke depan, sehingga kepalaku tidak pusing selama perjalanan. Beberapa saat kemudian, seorang pemuda mencocokkan nomer di tiketnya dengan nomer diatas jendela kereta. Mengetahui kebingungannya, akupun bilang “8D?” “iya” jawabnya. “Saya 8E, gak masalah kan anda duduk disini?”. Kataku sambil mempersilahkan dia duduk di sampingku. Tanpa perlu penjelasan lebih lanjut sepertinya dia mengerti bahwa perempuan lebih suka duduk di dekat jendela agar merasa terlindungi, dan agar perempuan bisa menikmati pemandangan atau sekedar bersandar di jendela ketika dia bepergian tanpa pasangan. Errrrr
Kereta mulai melaju meninggalkan stasiun Bojonegoro. Tempat duduk di depanku baru terisi 1 orang, itu artinya ada 1 orang lagi yg belum naik, mungkin akan terisi di stasiun berikutnya. Ku lirik pemuda di sampingku, dia mengeluarkan sebuah buku dari ranselnya. Tiba-tiba aku teringat kisah di novel critical elevennya Ika Natassa. Ada 11 menit paling krusial ketika naik pesawat, 3 menit ketika take off dan 8 menit sebelum landing. Lalu, apa yang akan terjadi denganku? Apakah aku akan diam saja dan kita tidak akan saling kenal setelah turun dari kereta? atau malah sebaliknya? Setelah berfikir beberapa saat, okay karena tadi aku menyabotase tempat duduknya, tak apalah aku yang akan memulai percakapan dengannya dulu. Hey, apakah aku akan terlihat ganjen ketika melakukan itu? Aku membatin, memonyongkan bibirku tanda ragu-ragu dengan rencanaku. Dan aku tersadar bahwa pemuda di sebelahku melihat kearahku ketika aku memonyongkan bibirku tadi. Duh malu sekali. Lalu aku tersenyum kepadanya dan mengangguk sebagai tanda permintaan maaf karena sikapku tadi.
“turun dimana?” finally kalimat itu keluar dari mulutku.
“benowo, kamu?” katanya.
“wonokromo”
“oohh” dia mengangguk.
Milea. Ku lihat judul buku yg di bawanya. Aha! Aku tau buku itu.
“Eh, katanya serial Dilan mau di angkat ke layar lebar ya?”
Dia sedikit menghadapkan badannya ke arahku, antusias karena aku ternyata tau tentang buku yang di bacanya. “katanya, si. Beritanya seperti itu. Kamu sudah baca novelnya juga?” dia bertanya padaku.
“Baru baca yang Dilan 1 sama 2, yang Mileanya belum.”
“suka gak?”
“suka laah, banget. Sampe baper, sampe pingin punya pacar yang kayak Dilan” jawabku tersenyum dan tanpa melihat ke arahnya. “Gimana kisahnya yang Milea, Suara dari dDilan?” lanjutku.
“belum selesai baca, baru setengah.” Jawabnya sambil memainkan novel yang di pegangnya.
“pernah baca artikel, ada beberapa artis yang di sebut-sebut bakal jadi Dilan. Kayak Reza Rahadian, Herjunot Ali, Vino G Bastian, Adipati Dolken dan banyak yang lainnya. Tapi aku lebih setuju Adipati Dolken sih, bad boy nya ada banget, cakep lagi.” Aku melihat ke arahnya ketika mengucapkan kata terakhir. “Kalo kamu kira-kira setuju siapa?” ku tanya pendapat dia.
“emmm belum ada pandangan si, tapi kayaknya Adipati Dolken cocok deh. Yah, bagaimanapun,  di tunggu saja lah. Pidi baiq pasti gak asal-asalan memilih orang untuk memerankan Dilan, kan? Dan saya juga termasuk orang yang sedang menunggu untuk itu. Hehe.”
“pinjam bukunya bentar boleh? Aku belum punya yang Milea, penasaran sama endingnya”
“baca aja dari awal” dia menyerahkan bukunya kepadaku.
“ya gak cukuplah waktunya kalo baca dari awal” aku menjawab sambil tertawa.
Ku buka novelnya. Membuka halaman-halaman awal, tengah, lalu terakhir. Aku cuma membaca secara garis besarnya saja, setidaknya aku sudah tau endingnya.
Kereta sudah berhenti di stasiun Lamongan, tidak terasa, dan tempat duduk di depanku kini juga sudah terisi orang.
“Sudah tau endingnya” kataku tersenyum sambil memberikan novel kepada pemiliknya. “Sayang sekali mereka tidak bersama”.
“sudah sudah jangan cerita, nanti aku males baca bukunya kalo dengar kisahnya dari orang lain.” Katanya sambil tersenyum.
“Hahaha oke oke. By the way, makasih yaa sudah di pinjami bukunya.”
“ya, sama-sama.” Jawabnya.
Aku menguap berkali-kali, mulai mengantuk. Ku pakai masker yang dari tadi ku biarkan tersangkut di leher, lalu menyandarkan kepalaku ke jendela kereta. Dan akupun tidak tau yang terjadi setelah itu. Tertidur.
Suara orang-orang berjalan dan berbicara membangunkanku. Ternyata kereta sudah sampai di stasiun Pasar Turi Surabaya. Pantas saja banyak yang turun disini. Dan itu artinya tinggal 2 stasiun lagi aku akan sampai di Wonokromo. Aku menoleh ke tempat duduk sebelahku. Sudah kosong, aku sedih tidak mengetahui dia ketika turun, atau setidaknya ucapan perpisahan kita. 3 menit pertama yang berkesan, tapi aku melewatkan 8 menit sebelum berpisah. Benar, aku menyesal sekali. Sampai tiba-tiba pandanganku tertuju pada novel Milea yang ada di dekatku. “dia lupa membawa bukunya” pikirku. Lalu ku ambil buku tersebut, membukanya lagi sambil berfikir bagaimana cara mengembalikannya? Ku cari nama pemiliknya di buku tersebut, barangkali dia meninggalkan informasi tentang dirinya. Dan benar, di penyekat buku tersebut, ada sebuah tulisan yang tidak terlalu rapi, “@adamyudhistira. Find me everywhere! 25 mei 2017.” Tanggalnya tertulis di bawah kalimat yang pertama dan tertanggal hari ini, berarti dia baru tadi menulisnya.
Jadi, buku ini ketinggalan atau dia sengaja meninggalkannya untukku? Tiba-tiba aku tersenyum sendiri. 
End.

Sabtu, 22 Juli 2017

Untukmu, Seseorang Yang Kelak Menjadi Partner Hidupku

Kamu perlu tau bahwa saat ini aku masih sedang mencoba memperbaiki diriku, dalam hal apapun yang menurutku perlu. Meskipun aku tidak tau yang aku lakukan ini benar atau salah.
Aku hanya ingin menjadi lebih baik, lebih percaya diri, lebih berwawasan, lebih pandai bersosialisasi, lebih dewasa, lebih bijaksana sehingga aku akan pantas bersanding denganmu.
Kamu juga perlu tau bahwa saat ini my heart broke into pieces. Aku tidak menyangka, aku yang selama ini tidak banyak tau tentang hal pacaran, tapi ketika aku beranjak dewasa aku malah mencintai seseorang yang dia bahkan tidak mengenalku, dan justru aku masih saja mencintainya, bahkan sampai sekarang aku masih mengingat dia. Aneh kan?
Lalu, orang tuaku berusaha mengenalkanku dengan seseorang, tapi caranya menyakitkanku. Aku benar-benar hancur saat itu, saat aku merasa menjadi boneka, ditambah lagi ketika yang di kenalkan kepadaku pun terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa aku telah menerimanya. Ah, aku tidak perlu menceritakannya dengan detil masalah ini disini, kan?
Saat ini, aku mengenal seorang lelaki di sekitarku yang sifatnya menurutku sangat tidak pantas sebagai seorang lelaki dan sebagai seorang suami. Orang ini pula yang memberikan aku semacam trauma yang membuat aku berfikir bahwa semua lelaki sama seperti dia. Itulah alasan kenapa sampai saat ini aku sulit percaya dengan yang namanya laki-laki. Aku takut aku akan mengenal orang seperti ini selanjutnya. Maka dari itu, aku selalu berdoa aku tidak menemukan dirimu seperti dirinya, kekasih.. Aku takut, aku berdoa kamu bukan tipe orang seperti dia. I hope you totally different with him.
Saat ini juga, mungkin karena aku masih sendiri. Beberapa orang mencoba untuk mendekatiku. Kau tau? Caranya sungguh kekanak-kanakan, dan aku sama sekali tidak tertarik untuk meladeni orang seperti itu. Tapi, secuek apapun aku, aku juga merasa terganggu di dekati orang seperti itu, aku tidak merasa aman dan nyaman dengan kehidupanku.
Orang-orang di sekitarku tidak tau, bahwa perempuan yang di lihatnya ini tidak sedang baik-baik saja, karena aku memang selalu berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan siapapun. Mereka tidak akan tau kalau dibalik senyum yang aku lemparkan sebenarnya hatiku pecah berkeping-keping, hatiku takut, hatiku penasaran, hatiku cemas, dan hatiku juga menantimu datang di usiaku yang sudah hampir seperempat abad ini.
Ketika bertemu denganmu, aku berharap kita bisa menjadi partner yang saling melengkapi, saling menjadi pelipur lara sekaligus membagi kebahagiaan bersama. Kita tidak menjamin kehidupan kita akan selalu baik-baik saja, tapi kita selalu punya solusi untuk masalah yang kita hadapi dan selalu percaya satu sama lain.
Ketika bertemu denganmu, aku berharap kamulah yang mengembalikan kepingan-kepingan hatiku agar menjadi utuh kembali, dengan sikapmu yang apa adanya yang akan membuatku mengaguminya. Dan aku akan merasakan dunia ini indah setelah bertemu denganmu dan selamanya.
Ketika bertemu denganmu, semoga kamulah orangnya yang merubah fikiranku bahwa semua lelaki itu sama. Kamu menyayangiku, mencintaiku, dan menerimaku apa adanya. Kamu menjadikan aku perempuan paling bahagia di dunia.
Ketika bertemu denganmu, aku berharap kamulah yang menjadi superheroku, kamu yang akan membuat orang-orang yang mencoba menggodaku mundur, kamu yang membuat aku menjadi pemberani karena kamu melindungiku.  Aku juga berharap bahwa aku akan merasa aman dan nyaman bersamamu, tidak merasa takut apa-apa lagi bahkan takut ketika perjalananku terasa berat untuk di lanjutkan.
Kamu harus tau, aku menaruh sejuta harapanku padamu, entah siapa kamu.

Senin, 01 Mei 2017

Hujan Bulan Juni

Cerbung: Kepingan Memori yang Kembali Part 4
“Pluviophile?” Suara Fatih mengagetkanku, tapi juga menenangkanku mengetahui itu dia karena aku terlalu takut berada disini sendirian pada saat hujan seperti ini. Aku terjebak di bank BRI setelah mengambil uang dari ATM.  Disamping BRI ada warung kopi dan banyak sekali cowok disana untuk ngopi atau cuma sekedar berteduh dari hujan yang tiba-tiba datang. Oleh karena itu aku benar-benar takut saat itu.
Aku menghembuskan nafas lega mengetahui yang datang Fatih. "Kenapa ekspresinya gitu?", Fatih bertanya lagi ketika melihatku mengeluarkan nafas seperti itu.
"Untung kamu yang datang tih, aku takut sendirian disini" Jawabku.
"Owh" katanya sambil ngangguk beberapa kali.
"Eh, by the way tadi kamu datang dari mana? Kok aku gak lihat tiba-tiba uda disini aja?"
"kamu nglamun aja sih mana sadar kedatanganku"
“kan uda bilang tadi itu gara-gara aku takut makanya diam aja"
" hehehe dari sana" lanjut fatih sambil menunjuk arah warung kopi.
Sekarang gantian aku yang ber-owh. Aku sudah mulai tenang sekarang, setidaknya ada yang menemaniku disini dan aku yakin dia gak akan ngapa-ngapain aku. "By the way, makasih ya tih sudah mau kesini, sumpah aku takut banget tadi" kataku sambil merentangkan telapak tanganku biar terkena air hujan yang jatuh dari ujung genteng bank.
"Iya rin gak papa, lagian aku juga gak tega kali temanku ntar di godain sama cowok-cowok yang di warkop itu" kata Fatih. Teman? Duh, sedih juga ketika Fatih menganggap aku cuma temannya. Batinku berbicara. Tapi aku diam saja.
"Kamu pluviophile, rin?" tanya Fatih ketika aku masih memain-mainkan air hujan dengan tanganku dan menikmatinya.
"Suka sih, tapi ya biasa-biasa aja gak lebay hehe. Kamu?" ku tanya dia balik.
"Biasa aja sih, tapi hujan sering bawa kenangan katanya"
"Kata siapa?" aku menyelidik.
"Kata orang-orang alay yang tiba-tiba jadi pujangga ketika turun hujan”
"Haha sering baca beranda facebook kamu pasti" ucapku ketawa. Fatih juga ikut ketawa.
"Tapi bener loh tih, kalo hujan itu bawaannya mellow mellow gimana gitu"
"cocok di pake bernostalgia dengan kenangan gitu, ya?"
"Iyaa haha"
"Kalo takut disini tadi kenapa gak langsung pulang aja meskipun hujan-hujanan, katanya kan suka hujan?"
“gak ah, ntar bajuku basah, baru ganti ini" jawabku asal sambil tertawa.
“So, that's why I’m scared when you say you love me" kata Fatih. Aku menoleh kepadanya sambil mengernyitkan dahi. Merasa aku memperhatikannya dia buru-buru bilang " Bob Marley". Maksudnya yang dia katakan adalah quote-nya Bob Marley.
Aku tersenyum, "you say you love rain, but you use an umberella to walk under it,” kataku. “you say you love sun, but you seek shelter when it is shining” Fatih melanjutkan. “Haha you say you love wind, but when it comes you close your windows” aku melanjutkannya lagi. “that’s why I'm scared when you say you love me” kita mengucapkan dengan suara hampir bersamaan kalimat terakhir dari quote Bob Marley ini, lalu tertawa bersama-sama.
"Kamu tau juga quote itu?" Kata Fatih masih tertawa.
"Taulah, banyak bertebaran di facebook" jawabku juga tertawa. Fatih ikut tertawa.
"Hujan-hujan gini, aku juga jadi ingat dulu, waktu kita SD" kataku sambil menoleh ke Fatih.
"Ingat yang bagian apa?" dia bertanya sambil melipat tangannya di depan dada.
"Kalo hujan mesti pengen cepet pulang, pengen hujan-hujanan ato pengen pake jas hujan sambil naik sepeda. Duh dulu itu seru banget ya" Aku mengingatnya sambil tertawa.
"And now everything has changed" komentar Fatih.
"Yap, benar" "dan kamu juga berubah, berubah lebih keren" lanjutku dalam hati.
"Ehm, kalo aku berubah gak, tih?"
"tetep, tetep pinter, tetep cantik hehehe" jawabnya sambil tersenyum.
“tsaaaah” jawabku sambil memalingkan muka.
"Kamu masih suka pengetahuan sejarah, rin?"
“Iya, masih suka baca buku yang berbau sejarah. Kenapa emang?”
“masih inget Douwes Dekker? Tiga serangkai pendiri indische partij; Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara?”
“iya iya lumayan inget”
“aku baru tau rin, kalo Multatuli, yang dulu sering kita hafalin nama itu karena bukunya yang terkenal max havelaar. Multatuli itu Douwes Dekker, rin... “
“oiya? Menarik itu. Tau darimana, tih?”
“pas kuliah pernah dapat tugas rin, menganalisis buku Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer. Jadi, mau gak mau kan harus baca tuh, disitu ada, kalo Douwes Dekker itu adalah Multatuli”.
“bentar deh tih, emang kuliahmu jurusan apa sih?” 
“sastra inggris, rin.. Sejak saat itu aku mulai suka baca buku sejarah hehe. Biasanya kan aku suka baca buku-buku ilmiah”.
“owh hehehe, kayaknya aku juga perlu baca buku itu deh”
“iya rin, recommended banget pokoknya, apalagi buat kamu yang suka sejarah. Kamu kuliahnya di Surabaya, kan?”.
Aku mengangguk.
“novel Bumi Manusia itu settingannya juga di Surabaya, rin.. Kamu pasti bisa bayangin tempatnya pas sambil baca”
“oke, next aku cari deh bukunya, aku penasaran juga. Berarti Douwes Dekker atau Multatuli itu punya andil juga untuk kemerdekaan bangsa ini ya?” aku kembali kepada topik sebelumnya.
“banget, dia itu orang belanda tapi kasihan sama orang pribumi. Makanya dia sampai membuat buku Max Havelaar itu. Berat loh yang di lakukan Douwes Dekker itu.” Kata fatih sambil mencoba tersenyum. Lalu kita terdiam beberapa saat.
“dulu kita mana tau hal semacam ini, dulu kita Cuma ngafalin nama-nama dalam pelajaran IPS buat persiapan kalo ujian” kata fatih memulai obrolan lagi.
“iya, dulu aku suka lho menghafal nama-nama yang ada di pelajaran IPS, nama-nama tokoh kemerdekaan, sampai nama-nama raja dan kerajaan hindu sampai islam. Gak tau kenapa dulu suka banget” jawabku.
“soalnya bu Dewi juga sering membuat singkatan-singkatan yang memudahkan kita buat menghafal sih hehe” lanjutku.
“bener-bener. Yang paling aku ingat tuh, musim kemarau asep, april sampai september, kalo musim penghujan omar, oktober sampai maret”
“itu IPA, pelajaran kesukaan kamu” aku tertawa.
“tapi sekarang itu sudah tidak berlaku ya? Sekarang bulan juni, tapi musim hujan hehe”
“haha iya kayaknya. Inget tokoh pendiri asean? Sama bu Dewi dulu juga di singkat. Adam Malik Indonesia, yang ini gak di singkat hehe, trus Tunma: Tun Abdul Rozaq Malaysia, TT: Tanat Khoman Thailand, SS: S Rajaratman Singapura, sama Nafi: Narciso Ramus Filipina”
“hahaha bener-bener rin, kamu masih ingat aja”
“iya, semua yang kita pelajari sewaktu SD dulu kita gampang mengingatnya kembali, beda sama sekarang, kalo belajar apa-apa sudah susah masuknya”
“iya, sudah banyak dosa sekarang, pelajaran masuknya juga susah. Samaa riin”. Jawabnya tertawa.
“berarti bener ya tih kalo orang-orang yang menghafal alqur'an itu menghafalnya dari kecil. Soalnya mudah masuknya dan gak mudah lupa juga”
“kayaknya sih begitu, rin”
“eh, kalo Sir Isaac Newton itu siapa, tih? Masih inget gak?”
“Newton itu alat utk mengukur gaya ya kalo gak salah? Berarti Sir Isaac Newton penemu gaya, ya?” Fatih menjawab dengan sedikit tidak yakin.
“Haha, aku malah lupa tih, dari dulu gak terlalu suka IPA sih.. Tapi kayaknya benar” kataku sambil tertawa.
“gak suka apanyaa? Dapat juara terus gitu dulu, nilaimu IPA juga tinggi”
“hey, kamu gak tau kalo mau ulangan IPA aku belajar 2X lebih giat biar bisa dapat nilai lebih tinggi dari kamu” jawabku dengan nada sedikit serius, seakan aku membocorkan rahasia kenapa dulu dapat nilai ulangan tinggi.
“oh jadi gitu? Tau gitu aku belajar 10X lebih rajin saat mau ulangan biar dapat nilai sempurna”. Jawab Fatih gak kalah serius sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang kanan kiri dan menengok ke arahku, seperti tanda menantang seseorang. Lalu kita tertawa bersama.
Ternyata hujan sudah mulai reda, tinggal gerimis-gerimis kecil. Dalam hati sebenarnya aku berharap hujannya tetep berlanjut, aku sangat menikmati waktuku berada disini dengan Fatih, “Tuhan, tolong berhentikan waktu sebentar, aku ingin lebih lama bersama orang ini” Aku membatin.
“Sudah reda, rin... Enggak di cariin ibumu, ta?”
“iya, gak kerasa yaa, tadi kita disini berapa lama?”
“gak ngitung juga hehe”
“yaudah, aku balik dulu ya, tih.. Makasih buanyaak sudah nemenin, sudah buat aku gak takut, makasih, makasih pokoknya”. Kataku sambil menaruh dompet di jok motor.
“Santai aja rin.. “
“pulang dulu ya.. Main ke rumahku, kek!”
“hehe iya kapan-kapan”
Aku tau, dia gak akan main ke rumahku, itu hanya jawaban basa-basinya saja.