Jumat, 16 Februari 2018

Why so serious?

Seorang security mondar mandir di depan pintu utama stasiun. Aku duduk di kursi tunggu di sebelah kanan pintu utama stasiun. Sendirian. Menikmati jajanan pentol yang tadi ku beli sebelum masuk stasiun. Menunggu memang sesuatu yang membosankan. Bayangkan saja, aku tiba di stasiun 3 jam sebelum kereta yang akan aku tumpangi berangkat. Apa saja yang akan aku lakukan selama 3 jam di stasiun? Belum lagi hari ini kegiatan sangat padat sehingga tidak ada waktu istirahat sebelum perjalanan ini. Tapi bagaimanapun itu, perjalanan ke Surabaya selalu menyenangkan bagiku.
"Memangnya kalau jadi security itu gak boleh duduk ya pak?" tanyaku pada security yang dari tadi mondar mandir di depan pintu utama. Orangnya menoleh, "duduk sini pak". Aku menawarinya duduk karena kursi tunggu ini memang benar2 gak ada orang lain selain aku. Security tersebut tersenyum. "Boleh duduk, tapi tidak disini." jawabnya ramah. "Owwh" jawabku sambil menganggukkan kepala lalu tersenyum. "Adik mau kemana?" tanyanya. Aku tersenyum, "Apakah saya terlihat seperti anak yang masih berusia belasan tahun, pak?" aku malah balik menanyainya. "memang umurnya berapa?" "Kira-kira berapa?" tidak menjawab, aku malah bertanya lagi. Lalu security tersebut menebak "Mmmm 20 tahun?" "Hahaha plus 5 tahun" akhirnya aku menjawab. Lalu percakapan kami berlanjut tentang hal-hal yang tidak terlalu penting, seperti mau kemana, dari mana, atau sekedar tentang jurusan kereta api. Tak berlangsung lama juga, hanya kira-kira 5 menit, dengan posisi security tersebut tetap berdiri dan aku masih duduk di tempatku. Setelah itu beliau meninggalkanku, kembali ke tempat kerjanya di depan gerbang masuk jalur kereta api, mengecek tiket orang yang akan masuk stasiun.
Baru berkurang beberapa menit, masih lama. Dan aku masih di tempat yang sama.

Kira-kira 1 jam kemudian aku masuk di ruang tunggu yang dalam, dan ku lihat security tadi yang tanpa sengaja ternyata juga melihatku. Aku melemparkan senyum tanda hormat, dan beliaupun membalas tersenyum juga. Aku duduk di kursi tunggu paling depan, itu artinya tidak ada yang halangan ketika aku ingin melihat security tersebut. (Apa hubungannya?)
Sebenarnya bukan itu alasannya, jadi dari beberapa baris kursi tunggu di dalam, hanya yang bagian depan yang masih kosong. Security tersebut ngobrol dengan temannya sesama security, cowok. Tak lama kemudian pegawai stasiun juga, seorang cewek cantik menghampiri tempat security, bukan mengobrol dengan security yang tadi ku ajak ngobrol (namanya Hanif, aku tau dari tempelan nama di baju dinasnya), tapi dengan temannya, hanya sesekali saja ngobrol dengan Hanif. Apakah aku memperhatikan sampai sedetil itu? Sebenarnya tidak. Aku masih asik dengan ponselku, sesekali saja aku melihatnya. Hingga beberapa menit kemudian, si cewek mendekati Hanif, waktu itu aku membatin, "itu hal yang kurang sopan ketika cewek tersebut ngomong dengan lawan jenisnya, sedangkan saat itu di ruang yang sama banyak sekali orang yang mengisi kursi tunggu". Kau tau apa yang terjadi? Ketika cewek tersebut berada di dekatnya Hanif, si Hanif malah sibuk dengan walky talky-nya sehingga mengacuhkan cewek tadi. Merasa di acuhkan, akhirnya si cewek tersebut pergi entah kemana, mungkin kembali ke tempat kerjanya. Lalu aku membatin lagi, "Mungkin mbaknya malu". Harusnya dia sadar sejak awal agar perilakunya tidak menimbulkan kemaluan untuk dirinya sendiri. Yang di lakukan Hanif sebagai security aku rasa cukup baik dan bijak, dia bisa profesional apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan ketika sedang bertugas, apalagi ada banyak orang disana.  (Ini apa sih kok malah mengomentari orang? Hahaha)

Hampir 1 jam duduk di ruang tunggu dalam, akhirnya waktunya check in, dan Hanif juga lah yang memeriksa tiketku. Aku segera masuk, aku harus ke kamar mandi lalu sholat sebelum kereta berangkat. Setelah check in rasanya waktu tidak terasa terlalu lama, aku antri di kamar mandi, sholat, sholatnya pun jamak dengan ashar, lalu menunggu dan waktu tinggal 20 menit, itu sudah tidak lama menurutku. Ketika aku keluar dari mushola, lagi-lagi pandanganku bertatap dengan Hanif. Duh dia lagi dia lagi, lagi lagi dia. Akupun sedikit canggung untuk tersenyum padanya. Oke, aku tidak akan baper karena ini cuma kebetulan saja. Ketika penumpang sudah di persilahkan untuk naik kereta api, lagi lagi, aku melihatnya dan dia juga melihatku pada waktu yang bersamaan lagi, dan kali ini aku benar-benar canggung, aku tak lagi tersenyum padanya. Kenapa aku tiba-tiba jadi baper gini sih? Aku membatin. Ah sudahlah, ini cuma kebetulan, dan cuma terjadi hari ini, jadi kenapa aku harus mikirin ini? Why so serious?