Senin, 28 November 2016

Mereka dan Cita-citanya

Hari ini sebenarnya sedang badmood sekali, tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah berdoa semoga tidak ada guru yang absen jadi aku bisa bebas tugas, tapi yang terjadi justru malah sebaliknya. Ya, senin adalah MONster DAY, dan punya piket jaga pas hari senin juga sering banyak kerjanya daripada free nya. Tapi, tadi badmoodku mendadak hilang ketika masuk kelas 4, entahlah... Aku suka melihat kekompakan anak-anak kelas 4 MI ini. Mereka kompak menata ruang kelas menjadi se-kreatif mungkin, membuat dan menjalankan aturan kelas sesuai kesepakatan mereka, melakukan sesuatu ketika pelajaran kosong--seperti menggambar, diskusi atau sekedar ngobrol, dan kompak membangkang bersama-sama. Yang terakhir tidak menyenangkan didengar memang. Hehee. Meskipun begitu, kelas yang berisi 19 anak  ini rata-rata tergolong cukup pintar dan mudah faham untuk menerima pelajaran.

Setelah membahas sedikit materi di LKS, entah kenapa tiba-tiba pembicaraan kita menjadi tentang cita-cita, karena masih ada waktu yang agak lama sebelum jam istirahat, akhirnya aku gunakan untuk bertanya tentang cita-cita mereka. Jawaban mereka bermacam- macam, ada yang ingin menjadi dokter, polisi, kyai, pejabat, guru dan lain-lain. Ahya namanya, cowok yang selalu mendapat peringkat 1 dikelasnya itu bercita-cita ingin menjadi DPR, menurutku dia menjawab seperti itu karena ayahnya saat ini menjabat sebagai DPR Daerah. Lalu Avin, cowok yang gak kalah pintar plus paling ganteng, awalnya dia bingung mau jawab apa ketika ku tanya tentang cita-citanya, setelah mendengar jawaban Ahya, dia mengangkat tangannya lalu bilang, “bu, cita-citaku ingin menjadi guru”. Seperti Ahya, mungkin dia ingin menjadi guru karena saat ini ayahnya adalah seorang kepala sekolah di sebuah Sekolah Menengah Pertama.
Satu hal yang membuatku bahagia ketika mendengar  cita-cita anak-anak kelas 4 ini. Meskipun mayoritas pekerjaan orang tua mereka adalah petani, tapi mereka mempunyai cita-cita yang tinggi.
Ada satu anak yang menjawab berbeda tadi, ketika aku bertanya cita-citanya apa, dia menjawab polos ingin menjadi penjual ikan bandeng. “loh, kenapa ingin menjadi penjualnya? Kenapa bukan menjadi bos nya saja?” tanyaku. Lalu, aku maju ke depan dan berkata kepada semuanya bahwa cita-cita itu harus yang tinggi, karena cita-cita adalah doa. Lalu anak yang awalnya bercita-cita ingin menjadi penjual bandeng tadi berkata lagi, “bu, bu... Iya bu, aku ingin menjadi bos nya para penjual ikan bandeng”. Aku tersenyum dan mengarahkan jempol kananku kepadanya yang waktu itu duduk dibangku belakang.

Seketika aku teringat tentang cita-cita Ahya dan Avin, “nak, mungkin saat ini kalian bercita-cita ingin menjadi seperti orang tua kalian, tapi suatu saat kalian akan tau bahwa cita-cita kalian adalah milik kalian, bukan atas rasa ingin meniru orang tua kalian. Suatu saat nanti, kalian akan sadar cita-cita sejati kalian...” batinku. “bu, istirahat”, suara seorang siswa membuyarkan lamunanku. Sebelum membiarkan mereka keluar kelas, ku beri mereka sedikit nasehat tentang manfaat cita-cita yang telah mereka sampaikan agar mereka menjadi lebih giat belajar untuk menggapai cita-cita mereka.

Good luck, guys :)