Jumat, 27 Januari 2017

Syawal Syahdu

Cerbung: Kepingan Memori yang Kembali Part 3

Bulan syawal memang musimnya nikah. Baru seminggu setelah lebaran aja aku sudah resepsi 3X. Dan selanjutnya aku akan resepsi di pernikahannya kakak angkatanku waktu di pondok dulu, aku di undang soalnya selain tetangga (meskipun rumah kita gak deket-deket amat), kakak kelasku itu juga lumayan deket sama aku sewaktu di pondok.

Di acara pernikahan mbak Mira—begitu aku memanggilnya, ternyata aku baru tau kalo Akbar adalah keponakannya kakak kelasku itu. Aku tau itu ketika ku lihat Akbar sibuk kesana-kemari ikut membantu terselenggaranya acara.
Oiya, Akbar adalah teman SD ku, dulu  dia yang paling jago di pelajaran agama, meskipun untuk  peringkat dia hanya ikut 5 besar. Waktu reuni kemaren dia gak hadir. Dia dulu waktu sekolah bisa dibilang deket dengan Fatih.
Baru di akhir acara, ketika para tamu mulai pulang aku menghentikannya ketika dia lewat di depanku, "akbar" panggilku dengan sedikit berteriak, "loh ririn? Kok bisa ada disini?" "iya, temennya mbak Mira. Kamu?” seakan Akbar paham dengan kebingunganku dan dia menjawab “ mbak Mira itu ammahku, rin” "wah gak nyangka ya, dunia selebar daun kelor", "bentar deh rin, kok bisa kamu temennya ammah Mira? Kan kamu seangkatan sama aku?”, "owwh jadi aku adik kelasnya mbak Mira waktu dipondok bar, tapi aku jawab ngasal kirain kamu keluarga jauhnya mbak Mira". Jawabku sambil tertawa. “Oh gitu, oh ya, Fatih disini juga" "apa?" itu adalah ekspresi kagetku ketika nama Fatih disebut, bukan karena aku kurang mendengar apa yang diucapkan Akbar". Akbar melambaikan tangannya ke arah Fatih, aku mengikuti arah pandangan matanya, dan benar saja, Fatih disana, dia berjalan menuju ke arah kita. “waah berasa reuni kecil ini” ujar akbar. “ayo duduk dulu, ngobrol-ngobrol dulu”. “Aku pulang aja deh, cewek sendiri” aku berusaha menghindar. “Eh jangan rin, disini dulu aja, temenin aku, lagian  Akbar masih sibuk, kan? Ntar ketauan dong misi kita kalo aku sendirian aja” Fatih menjawab panjang lebar sambil melirik ke Akbar ketika mengucapkan kalimat terakhir. “misi? Emang misi apa sih?” aku mulai ikut duduk, penasaran dengan rencana 2 orang ini. Fatih dan Akbar tersenyum, “ntar tau sendiri deh” Akbar yang menjawab. “Okey, jadi aku sebagai apa nih?” Aku berusaha setenang mungkin dan tetap tersenyum. “Eh, aku tinggal bentar ya.. Bentar”. Akbar meninggalkan kami. "Tuh kan, apa aku bilang tadi" Fatih nyelutuk. Aku tersenyum, “kok belum balik, tih?" ”minggu depan mungkin..Kamu, kok masih di rumah juga?" dan percakapan pun terjadi antara kita berdua. Finally i got that time, God..

Kira-kira 10 menit kemudian Akbar datang menemui kami. Sepertinya dia sudah tidak sibuk. Setelah mengobrol tentang masa lalu sebentar, saatnya mereka melakukan misi mereka. “kita tunggu aja disini, ntar dia juga seliweran disini” “aku kok lumayan deg-degan ya, tapi penasaran juga orangnya seperti apa”. Aku yang tidak paham apa-apa nyelutuk aja “hmmm ini pasti masalah cewek” “cerdas sekali kau ini rin” Akbar memujiku, “ini aku mau ngenalin Fatih sama sepupuku, kali aja mereka cocok... Eh tapi bahasanya kok ngenalin ya, ngasih tau mungkin lebih tepatnya” lanjut Akbar sambil tertawa. “iya, dia maksa banget biar aku ngeliat sepupunya itu” ucap Fatih, dengan nada yang datar-datar saja.
“faraah” ucap akbar pada seorang perempuan yang bepakaian serba biru laut, hijabnya menutupi dada. Sepertinya ini target mereka. Aku membatin.
“tolong ambilin minum buat 2 temenku ini aku dong, pleeaseee”
“iya tunggu sebentar” ucap perempuan itu dengan tersenyum ramah.
“gimana?” tanya akbar Ketika perempuan itu sudah pergi.
“yaa lumayan” jawab Fatih sambil mengangguk-angguk
“Kalo menurut kamu gimana, rin?”
“mmm cantik, anggun, ramah, hijaber lagi”  jawabku berusaha menyembunyikan badmoodku mendadak.
Perempuan yang dipanggil Farah tadi datang kembali dengan membawa nampan yang berisi teh, mendekati tempat duduk kami. Dan menaruh teh tersebut di depan masing-masing dari kami.
“farah, ini namanya Ririn” ucap akbar sambil mengenalkan aku pada Farah. Yang dikenalkan lalu menyalami tanganku sambil menyebutkan namanya, akupun melakukan hal yang sama.
“kalo yang ini namanya fatih” farah melirik ke arah fatih, begitu pula fatih. Keduanya sama-sama tersenyum. Gila, Fatih pandai sekali mengatur waktu kapan waktunya melirik cewek itu dan kapan waktunya melemparkan senyum.
“she will remember me, I swear!” ucap Fatih ketika Farah sudah berlalu.
“Kok bisa gitu, tih?” aku penasaran alasan fatih ngomong seperti itu.
“ada jurusnya riiiin” jawab fatih tertawa. Dia memanjangkan huruf i ketika menyebut namaku.
“Jurus pertama, beri kesan menarik pada gebetan supaya si gebetan tidak melupakanmu begitu saja” Akbar menimpali sambil mengerlingkan 1 matanya ke fatih.
“oh jadi kebanyakan cowok ngelakuin hal itu ya? Baru tau” aku melipat tangan di perutkuku sambil menyandarkan punggungku di kursi.
“emang kamu gak pernah tertarik sama cowok karena kesan pertama, rin?” Akbar nyelutuk.
“mmmmmmm.... Apa sih? Gak mau jawab ah, sensitif aku kalo di tanya hal beginian, sama cowok lagi. Udah ah mau pulang, misi sudah selesai kan?” lanjutku.

Finally, aku pamit duluan...meninggalkan Fatih dan Akbar yang masih mengobrol, mungkin melanjutkan obrolannya tentang Farah. Pulang duluan is the best way, I think... Daripada aku harus ikut membicarakan cewek lain dengan Fatih?
Okey, aku harus menekankan kepada hatiku sekali lagi. Memangnya Fatih itu siapanya aku? Kenapa aku tiba-tiba cemburu gak jelas begini? Sudah cukup rin...cukup! Aku beberapa kali memukul keningku.

Rabu, 18 Januari 2017

Dia yang menangis paling keras ketika berpisah, dia juga yang menangis paling seru ketika bertemu

Melihat tingkah adik perempuanku, aku menyadari bahwa menangis bukanlah melulu tanda kesedihan, tapi juga tanda kebahagiaan. Adik perempuanku itu memang anak paling bungsu di keluargaku, tau sendiri kan anak bungsu identik dengan apa? Manja, kekanak-kanakan, cengeng, kurang lebihnya seperti itu. 2 bulan yang lalu, dia menangis luar biasa ketika melihat keponakan cowoknya yang baru berumur empat bulan (anakku) dan aku beserta suamiku akan kembali ke Surabaya. Ya, kami memang merantau ke Surabaya. Tambahan lagi, adikku itu sudah bisa di bilang mulai tumbuh dewasa, dia sedang menempuh semester 2 di sebuah universitas swasta di kota kami tinggal. Sebagai sesama cewek, aku merasakan apa yang dirasakan adikku itu, bagaimana tidak, dari lahirnya keponakannya ini sampe empat bulan pada saat itu dia tau perkembangan keponakannya, wajar saja jika dia sedih ketika ditinggal balik. Sebenarnya yang sedih saat itu juga bukan dia saja, akupun begitu, merasa sedih luar biasa  ketika harus balik, duh.. empat bulan dirumah berhasil membuat memori yang berat untuk dilupakan. However, home is the best and the most comfortable place ever and never. Ibu apalagi, sosok yang selalu aku rindukan ketika berada jauh dari rumah. (Hello, kenapa jadi saya yang baper, baiklah... Kembali lagi masalah adikku yang tadi)

Hari ini, dia kesini, mengunjungi kami di Surabaya. Jangan salah, walaupun adikku anak bungsu dan cengeng atau apalah namanya, tapi dia juga berani loh ke Surabaya seorang diri. Dan hari ini, setelah mencuci kaki di kamar mandi setelah perjalanan jauh, dia segera mencium keponakannya sambil menangis sesenggukan, sampai apa yang dia omongkan tidak terdengar jelas. Apakah itu tanda kesedihan? Tentu saja tidak. And everyone knows it. Itu adalah tanda kebahagiaan yang tak terkira. Bahkan aku juga sampai ikut menangis, teringat saat merawat anakku ketika masih dirumah.

Dari artikel online yang pernah aku baca, menangis adalah respon alami terhadap perasaan tertentu. Biasanya karena sedih atau kesakitan, tapi terkadang juga karena alasan lain yang melebihi itu.  Jadi, menangis tidak selalu berarti kesedihan, terlalu bahagia atau terharu pun kadang juga membuat seseorang mengeluarkan air mata.
Air mata tak selalu menandakan bahwa seseorang itu lemah, dia punya banyak arti, termasuk sedih, sakit, bahagia, terharu bahkan lucu. Oleh karena itu, let me say that air mata adalah teman yang paling setia, paling pengertian, dan paling jujur dalam kondisi apapun. Bahkan, kita akan merasa sangat puas ketika sudah mengeluarkan air mata, entah karena sedih atau bahagia. Right? 

*based on someone's true story.