Senin, 01 Mei 2017

Hujan Bulan Juni

Cerbung: Kepingan Memori yang Kembali Part 4
“Pluviophile?” Suara Fatih mengagetkanku, tapi juga menenangkanku mengetahui itu dia karena aku terlalu takut berada disini sendirian pada saat hujan seperti ini. Aku terjebak di bank BRI setelah mengambil uang dari ATM.  Disamping BRI ada warung kopi dan banyak sekali cowok disana untuk ngopi atau cuma sekedar berteduh dari hujan yang tiba-tiba datang. Oleh karena itu aku benar-benar takut saat itu.
Aku menghembuskan nafas lega mengetahui yang datang Fatih. "Kenapa ekspresinya gitu?", Fatih bertanya lagi ketika melihatku mengeluarkan nafas seperti itu.
"Untung kamu yang datang tih, aku takut sendirian disini" Jawabku.
"Owh" katanya sambil ngangguk beberapa kali.
"Eh, by the way tadi kamu datang dari mana? Kok aku gak lihat tiba-tiba uda disini aja?"
"kamu nglamun aja sih mana sadar kedatanganku"
“kan uda bilang tadi itu gara-gara aku takut makanya diam aja"
" hehehe dari sana" lanjut fatih sambil menunjuk arah warung kopi.
Sekarang gantian aku yang ber-owh. Aku sudah mulai tenang sekarang, setidaknya ada yang menemaniku disini dan aku yakin dia gak akan ngapa-ngapain aku. "By the way, makasih ya tih sudah mau kesini, sumpah aku takut banget tadi" kataku sambil merentangkan telapak tanganku biar terkena air hujan yang jatuh dari ujung genteng bank.
"Iya rin gak papa, lagian aku juga gak tega kali temanku ntar di godain sama cowok-cowok yang di warkop itu" kata Fatih. Teman? Duh, sedih juga ketika Fatih menganggap aku cuma temannya. Batinku berbicara. Tapi aku diam saja.
"Kamu pluviophile, rin?" tanya Fatih ketika aku masih memain-mainkan air hujan dengan tanganku dan menikmatinya.
"Suka sih, tapi ya biasa-biasa aja gak lebay hehe. Kamu?" ku tanya dia balik.
"Biasa aja sih, tapi hujan sering bawa kenangan katanya"
"Kata siapa?" aku menyelidik.
"Kata orang-orang alay yang tiba-tiba jadi pujangga ketika turun hujan”
"Haha sering baca beranda facebook kamu pasti" ucapku ketawa. Fatih juga ikut ketawa.
"Tapi bener loh tih, kalo hujan itu bawaannya mellow mellow gimana gitu"
"cocok di pake bernostalgia dengan kenangan gitu, ya?"
"Iyaa haha"
"Kalo takut disini tadi kenapa gak langsung pulang aja meskipun hujan-hujanan, katanya kan suka hujan?"
“gak ah, ntar bajuku basah, baru ganti ini" jawabku asal sambil tertawa.
“So, that's why I’m scared when you say you love me" kata Fatih. Aku menoleh kepadanya sambil mengernyitkan dahi. Merasa aku memperhatikannya dia buru-buru bilang " Bob Marley". Maksudnya yang dia katakan adalah quote-nya Bob Marley.
Aku tersenyum, "you say you love rain, but you use an umberella to walk under it,” kataku. “you say you love sun, but you seek shelter when it is shining” Fatih melanjutkan. “Haha you say you love wind, but when it comes you close your windows” aku melanjutkannya lagi. “that’s why I'm scared when you say you love me” kita mengucapkan dengan suara hampir bersamaan kalimat terakhir dari quote Bob Marley ini, lalu tertawa bersama-sama.
"Kamu tau juga quote itu?" Kata Fatih masih tertawa.
"Taulah, banyak bertebaran di facebook" jawabku juga tertawa. Fatih ikut tertawa.
"Hujan-hujan gini, aku juga jadi ingat dulu, waktu kita SD" kataku sambil menoleh ke Fatih.
"Ingat yang bagian apa?" dia bertanya sambil melipat tangannya di depan dada.
"Kalo hujan mesti pengen cepet pulang, pengen hujan-hujanan ato pengen pake jas hujan sambil naik sepeda. Duh dulu itu seru banget ya" Aku mengingatnya sambil tertawa.
"And now everything has changed" komentar Fatih.
"Yap, benar" "dan kamu juga berubah, berubah lebih keren" lanjutku dalam hati.
"Ehm, kalo aku berubah gak, tih?"
"tetep, tetep pinter, tetep cantik hehehe" jawabnya sambil tersenyum.
“tsaaaah” jawabku sambil memalingkan muka.
"Kamu masih suka pengetahuan sejarah, rin?"
“Iya, masih suka baca buku yang berbau sejarah. Kenapa emang?”
“masih inget Douwes Dekker? Tiga serangkai pendiri indische partij; Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara?”
“iya iya lumayan inget”
“aku baru tau rin, kalo Multatuli, yang dulu sering kita hafalin nama itu karena bukunya yang terkenal max havelaar. Multatuli itu Douwes Dekker, rin... “
“oiya? Menarik itu. Tau darimana, tih?”
“pas kuliah pernah dapat tugas rin, menganalisis buku Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer. Jadi, mau gak mau kan harus baca tuh, disitu ada, kalo Douwes Dekker itu adalah Multatuli”.
“bentar deh tih, emang kuliahmu jurusan apa sih?” 
“sastra inggris, rin.. Sejak saat itu aku mulai suka baca buku sejarah hehe. Biasanya kan aku suka baca buku-buku ilmiah”.
“owh hehehe, kayaknya aku juga perlu baca buku itu deh”
“iya rin, recommended banget pokoknya, apalagi buat kamu yang suka sejarah. Kamu kuliahnya di Surabaya, kan?”.
Aku mengangguk.
“novel Bumi Manusia itu settingannya juga di Surabaya, rin.. Kamu pasti bisa bayangin tempatnya pas sambil baca”
“oke, next aku cari deh bukunya, aku penasaran juga. Berarti Douwes Dekker atau Multatuli itu punya andil juga untuk kemerdekaan bangsa ini ya?” aku kembali kepada topik sebelumnya.
“banget, dia itu orang belanda tapi kasihan sama orang pribumi. Makanya dia sampai membuat buku Max Havelaar itu. Berat loh yang di lakukan Douwes Dekker itu.” Kata fatih sambil mencoba tersenyum. Lalu kita terdiam beberapa saat.
“dulu kita mana tau hal semacam ini, dulu kita Cuma ngafalin nama-nama dalam pelajaran IPS buat persiapan kalo ujian” kata fatih memulai obrolan lagi.
“iya, dulu aku suka lho menghafal nama-nama yang ada di pelajaran IPS, nama-nama tokoh kemerdekaan, sampai nama-nama raja dan kerajaan hindu sampai islam. Gak tau kenapa dulu suka banget” jawabku.
“soalnya bu Dewi juga sering membuat singkatan-singkatan yang memudahkan kita buat menghafal sih hehe” lanjutku.
“bener-bener. Yang paling aku ingat tuh, musim kemarau asep, april sampai september, kalo musim penghujan omar, oktober sampai maret”
“itu IPA, pelajaran kesukaan kamu” aku tertawa.
“tapi sekarang itu sudah tidak berlaku ya? Sekarang bulan juni, tapi musim hujan hehe”
“haha iya kayaknya. Inget tokoh pendiri asean? Sama bu Dewi dulu juga di singkat. Adam Malik Indonesia, yang ini gak di singkat hehe, trus Tunma: Tun Abdul Rozaq Malaysia, TT: Tanat Khoman Thailand, SS: S Rajaratman Singapura, sama Nafi: Narciso Ramus Filipina”
“hahaha bener-bener rin, kamu masih ingat aja”
“iya, semua yang kita pelajari sewaktu SD dulu kita gampang mengingatnya kembali, beda sama sekarang, kalo belajar apa-apa sudah susah masuknya”
“iya, sudah banyak dosa sekarang, pelajaran masuknya juga susah. Samaa riin”. Jawabnya tertawa.
“berarti bener ya tih kalo orang-orang yang menghafal alqur'an itu menghafalnya dari kecil. Soalnya mudah masuknya dan gak mudah lupa juga”
“kayaknya sih begitu, rin”
“eh, kalo Sir Isaac Newton itu siapa, tih? Masih inget gak?”
“Newton itu alat utk mengukur gaya ya kalo gak salah? Berarti Sir Isaac Newton penemu gaya, ya?” Fatih menjawab dengan sedikit tidak yakin.
“Haha, aku malah lupa tih, dari dulu gak terlalu suka IPA sih.. Tapi kayaknya benar” kataku sambil tertawa.
“gak suka apanyaa? Dapat juara terus gitu dulu, nilaimu IPA juga tinggi”
“hey, kamu gak tau kalo mau ulangan IPA aku belajar 2X lebih giat biar bisa dapat nilai lebih tinggi dari kamu” jawabku dengan nada sedikit serius, seakan aku membocorkan rahasia kenapa dulu dapat nilai ulangan tinggi.
“oh jadi gitu? Tau gitu aku belajar 10X lebih rajin saat mau ulangan biar dapat nilai sempurna”. Jawab Fatih gak kalah serius sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang kanan kiri dan menengok ke arahku, seperti tanda menantang seseorang. Lalu kita tertawa bersama.
Ternyata hujan sudah mulai reda, tinggal gerimis-gerimis kecil. Dalam hati sebenarnya aku berharap hujannya tetep berlanjut, aku sangat menikmati waktuku berada disini dengan Fatih, “Tuhan, tolong berhentikan waktu sebentar, aku ingin lebih lama bersama orang ini” Aku membatin.
“Sudah reda, rin... Enggak di cariin ibumu, ta?”
“iya, gak kerasa yaa, tadi kita disini berapa lama?”
“gak ngitung juga hehe”
“yaudah, aku balik dulu ya, tih.. Makasih buanyaak sudah nemenin, sudah buat aku gak takut, makasih, makasih pokoknya”. Kataku sambil menaruh dompet di jok motor.
“Santai aja rin.. “
“pulang dulu ya.. Main ke rumahku, kek!”
“hehe iya kapan-kapan”
Aku tau, dia gak akan main ke rumahku, itu hanya jawaban basa-basinya saja.