Cerpen. Dari sudut pandang seorang lelaki.
Fiksi.
Terinspirasi setelah memutar lagu Marry YourDaughter-nya
Brian Mcknight.
Aku melihat-lihat box kecil merah yang ada di
tanganku, buka-tutup, buka-tutup, buka lagi, tutup lagi, sambil sesekali
melihat isinya. Kapan aku berani melamarmu? Batinku.
###
“Vin, tungguin dong..”
“Makanya kalo jalan jangan kayak kura-kura”
“Bantuin bawa gitu kek, berat ini tas nya”
sahutnya mulai kesal.
Aku yang sudah beberapa meter berada di
depannya kembali mundur dan menghampirinya, “sini tas nya”. Aku gak bermaksud
apa-apa, cuma sebagai lelaki mana tega ku biarkan cewek yang kepayahan dengan
ransel di punggungnya, tas jinjing besar di tangan kanannya dan kantong plastik
ukuran sedang di tangan kirinya? Apalagi meninggalkannya jalan sendirian waktu
malam begini sedangkan dia tinggal di asrama yang sama denganku dan aku adalah
orang terdekatnya (saat itu) karena kita berasal dari kota yang sama.
Aku tersenyum sendiri teringat kejadian 3
tahun yang lalu itu, ketika kita masih sama-sama mahasiswa baru. Setelah itu
kita tidak pernah bertemu lagi, sampai sekitar sebulan yang lalu tanpa sengaja
kita dipertemukan kembali. Di depan gedung fakultasku, dia memanggil namaku
dengan nada dan panggilan khas nya sambil melambaikan tangannya ke arahku.
“Ngapain disini?” tanyaku menghampirinya.
“Nungguin temen, mau ngembaliin ini”
dia mengangkat sebuah buku dari tangannya.
“Sumpah yaa sekarang tambah gemuk begini.. Kemarin
KKN dimana?” lanjutnya.
“Magetan. Kamu?”
“Kediri” jawabnya tersenyum. And it's
the first time I
realize that she has a sweet smile. Really!
“Gak pulkam?” pertanyaannya menyadarkan diriku
kembali.
“paling bentar lagi. Kamu? Ini mau pulkam?”
aku mulai menebak.
“Hu'um” dia tersenyum lagi.
“Mau dianterin? Sampe terminal?” entah kenapa
kalimat itu yang terucap dari mulutku.
“Hahaa gausah kali, uda biasa sendiri”
“Eh, nomer kamu masih yang dulu kan?” Sialan! Stupid
question again.
Batinku.
“Bisa jadi, soalnya gak pernah ganti sih”
katanya.
###
Siapa bilang cowok tidak pernah galau, tidak
pernah patah hati? Kita para cowok sebenarnya juga sedih ketika tiba-tiba ditinggalkan
kekasih begitu saja, apalagi untuk menikah dengan laki-laki lain, cuma kita
tidak pandai menunjukkan kesedihan tersebut. Rasanya hatiku seperti dibanting
dan pecah berkeping-keping ketika kekasihku melakukan hal itu padaku. Aku
pernah down beberapa hari tapi aku
memilih bangkit dan melanjutkan hidup.
Tapi berkat patah hati, aku telah mencapai
puncak gunung beberapa kali. Ya, itu salah satu pelampiasanku agar aku tetap bahagia.
Hal yang paling menarik menurutku dari sebuah pendakian adalah, aku bisa
melihat ke Maha Kuasa an Tuhan yang membuat aku berdecak kagum berkali-kalidan dan juga membuatku menangisi dosa-dosaku dan
rendahnya diri ini ditengah ke Maha Kuasa an Tuhan. Lalu aku mulai berfikir,
kenapa aku harus sedih dengan masalah kecil seperti ini ketika aku punya Tuhan yang Maha Besar
dan Maha Kuasa?
Pada suatu sore aku ke pantai dekat rumah
untuk menikmati sunset dan membuang galau
yang sesekali masih datang menghampiri setelah patah hati, eh, lebih dari patah
hati.. Hancur. Aku sebenarnya tidak terlalu suka pantai atau laut, aku lebih
suka gunung. Tapi, tiba-tiba aku menjadi suka pantai dan sunset sore itu, cuma sore itu.. Karena ada momen
menarik.
Gita, ya, ku lihat gadis itu disini juga,
sepertinya dengan keluarganya. Ada 5 orang. Cowok 1, 3 cewek lainnya seumuran
Gita—sepertinya, dan 1 ibu yang duduk di kursi roda. Ku perhatikan dari jauh,
ketika yang lainnya asik berfoto, Gita malah tidak pernah jauh dari ibu yang
ada di kursi roda tersebut. Sesekali dia menyuapi makanan dan mengelap sisa
makanan di sekitar mulut ibu itu. Meskipun begitu tapi dia terlihat bahagia. Satu
hal yang aku sadari saat itu, bahwa bahagia itu bermacam-macam bentuknya, ada
yang begitu bahagia ketika berfoto-foto ria, ada juga yang bahagia ketika
melihat orang lain bahagia.
Entah itu nilai plus untuk dia yang ke
berapa, setelah terakhir aku memberinya nilai plus lagi karena dia telah menemaniku bangun
dini hari menonton klub sepak bola favoritku main. Meskipun dia banyak komentar
, “Courtuis
itu cakep yaa...” sampai “yang nomer punggung 9 itu siapa
sih? Curang banget mainnya” dsb. But, I like being awake
with her. Keakraban yang baru terjalin satu bulan ini perlahan mengobati patah hatiku.
Does she feel
it?
###
“bro, Karin tuh.. Kemarin dia wa gue,
dan dilihat dari gelagatnya sepertinya dia ingin balikan sama loe” Doni menepuk
bahuku ketika orang yang dibicarakan menuju tempat parkir fakultas.
“males lah”
“hei, loe harus move on, bro, move
on. Loe harus buktiin ke Wirda
kalo loe itu strong, meskipun dia ninggalin loe dan memilih
menikah dengan orang lain. Lagian, apa kurangnya loe sih, sudah pantaslah buat
jadi imam. Heran gue kadang sama si Wirda itu”. Terlihat jelas kekesalan Doni di kalimat terakhirnya.
“Iya, aku bakal buktiin itu”
“serius? Ke Wirda?”
“yap”
“wih mantap.. Jadi, loe beneran bakal balikan
sama Karin?”
“ya gak Karin juga kali... Loe lihat aja
besok”
###
Belakangan ini, aku berfikir untuk langsung
melamarnya. Ini bukan waktunya untuk main-main lagi dengan perasaan. Dan rencanaku
sudah bulat, aku harus melamarnya, segera!
Siang itu langit cerah sekali. Aku mengendarai
motorku untuk mengejar masa depan. Tak lupa ku bawa box merah yang sudah tidak tersembunyi manis di laci lemari, karena akhir-akhir ini aku sering mengeluarkannya dari tempat persembunyiannya. Semoga jawaban yang akan aku dapatkan juga
secerah langit siang ini, dan cincin ini pas dan cocok terpasang di jari manisnya meskipun aku membelinya tanpa ukuran.
Gang orange, 57 dukuh kawal.
Aku
bernafas berat, bismillah... Laa haula wa laa quwwata illa billah.
“assalamualaikum” ucapku akhirnya.
Seorang pria menjawab salam dan menuju pintu.
“mencari siapa, nak?”
“saya temannya Gita, pak...”
“oh....”
“tapi saya ada urusan dengan bapak” potongku
sebelum bapak itu melanjutkan perkataannya. Gila! Badanku tiba-tiba panas
dingin begini.
“dengan saya?” bapak itu memastikan apa yang aku
katakan dan mulai terlihat khawatir.
“iya, pak” aku mengangguk.
“baiklah, silahkan masuk”.
Jarak antara pintu dan ruang tamu tidak jauh,kira-kira
hanya 3 meter, tapi telah membuat langkahku terasa berat sekali. Aku grogi gak
karuan. Tanganku panas dingin dan keringat di punggungku terasa mengalir. Aku
tidak pernah senervous ini sebelumnya.
“ada apa dengan anak saya, nak”
“sebelumnya saya minta maaf karena saya grogi
sekali saat ini. Maka maafkan jika nanti saya akan menyita banyak waktu bapak. Pak,
saya Avicena Muhammad, saya menyukai putri bapak, Anggita Larasati. Dan saya
bermaksud untuk melamar putri bapak.”
---------------
---------------
---------------
---------------
###
Kata bapak, kamu tadi ke rumah ya? (19.07)
Iya,
trus? (19.10)
Bapak tadi bilang katanya kamu..... Kamu sehat gak
sih? (19.11)
Bapakmu
bilang katanya aku kenapa? Ganteng ya? ;-) (19.11)
ih, pede.. Kayaknya kamu
mulai gak waras deh.. (19.12)
Aku serius, Git.. Jadi, kamu gimana? (19.12)
Kata bapakmu semua di serahkan kepadamu,
karena kamu yang akan menjalani
Dan kata bapakmu juga kamu lebih tau siapa aku daripada
bapakmu (19.13)
Semoga
jawabanmu tidak mengecewakanku, Git (19.16)
Vin.... (19.17)
Iya, Git? Duh kenapa aku deg-degan sekali begini? (19.17)
Vin, kamu serius? (19.17)
I swear to you with all of my heart, Git (19.18)
Kamu tau kan aku orangnya gimana?
Banyak kekuranganku.. (19.19)
Aku
tau (19.19)
Trus? (19.20)
Dan
aku tetap memilihmu
(19.20)
Kenapa? (19.20)
Karena
aku nyaman sama kamu..
(19.21)
Itu saja? (19.21)
Sebenarnya
tidak, bahkan aku mencintaimu tanpa alasan,
mencintaimu apa adanya
You’re
my everything, Git..
(19.23)
Kamu
nanya-nanya terus, jadi jawabanmu gimana? (19.24)
Aku.... (19.25)
Gitaa, please... (19.25)
Aku mulai deg-degan
menunggu jawaban Gita. Ku lemparkan handphone ku keatas bantal. Aku takut
membuka pesan selanjutnya.
Tuing-tuing, nada notifikasi wa ku berbunyi. Dengan
berat tapi penasaran ku ambil handphone ku dank u tekan tombol power,
nama Gita muncul disana. Bismillah… ucapku lirih.
Rasanya keberanianmu datang kesini dengan sepenuh
hati dan bilang ke bapak akan tujuanmu,
tidak layak untuk
ditolak, Vin J (19.28)
So,
will you marry me? (19.30)
Yes, sure.. J
Tiba-tiba saja aku
merasa menjadi orang paling bahagia di dunia. Aku membaringkan tubuhku di
tempat tidur, tersenyum. Sayup-sayup ku dengar lagu Marry Your Daughter mengalun lembut
dari laptop di meja kamarku.
She’ll be the most beautiful bride that I’ve ever seen
Can’t wait to smile
When she walks down
the aisle
On the arm of her father, and the day that I marry your daughter
Terima kasih, Git. Ucapku lirih.
###
Pagi,
Git… tiba-tiba aku
inget wajah kesalmu ketika pulang dari LDK dulu :v :v
Cewek kecil bawa ransel gede, tas gede di
tangan kanan-kiri :v
Tapi aku suka sama dia *titik dua bintang* (05.46)
Aviiiin.... :3
Kamu masih
inget kejadian itu?
Maluu ih
X_X (06.05)
Masih Git, the first time kita kenal.. lalu
dekat (?) J
(06.09)
Aaaand you
should know that at that first time I’ve fallen in love with you.
Itu rahasia
yang tidak kamu tau Vin.. J (06.15)
Really? Pantesan kemaren kamu langsung nerima
aku hehehe
Aku sangat senang mengetahuinya, Git
Aaand I’m also falling in love with you from
now and forever (06.16)
Ingat waktu
kita dancing in the rain in that December?
Waktu LDK?
Di suatu sore sehari sebelum kita balik kampus?
Waktu itu
kelompokmu sampingan sama kelompokku, and I really enjoy dancing while… sesekali
ngeliatin kamu. (06.20)
Masyaallah Git, maaf aku gak sadar tentang itu.. (06.21)
Aku janji, mulai sekarang aku akan ada
untukmu, Git (06.22)
Aku percaya
sama kamu, Vin… (06.22)
Makasih ya
*titik dua bintang*(06.23)
*titik dua bintang* (06.24)
Titik dua bintang,
jika ditulis di chat akan berubah menjadi emoticon cium. Tapi Gita tidak mau
kita asal-asalan kalau menggunakan emoticon. Katanya, dia kadang geli sendiri,
makanya kita mengganti emoticon cium dengan titik dua bintang. Gita
mengajarkanku cara menjalin hubungan yang tidak alay. Dia tidak minta dipanggil
sayang atau apa, dan kita setuju panggilan sayang kita adalah, “Gita (aku
memanggilnya) dan Avin (dia memanggilku)".
Oiya, namaku Avicena Muhammad, biasanya dipanggil Avis. Tapi dari awal ketemu Gita,
hanya dia yang manggil aku Avin.
Selesai.